Gempur86-Pangandaran- Kasus penemuan jasad seorang guru yang mengajar di SDN 2 Pajaten, Pangandaran di sekitaran jalur kereta api Cipari-Sidareja, Cilacap, Jawa Tengah, terus bergulir. Kuasa hukum keluarga korban telah mendatangi Markas Besar Kepolisian (Mabes Polri) untuk meminta dilakukannya gelar perkara khusus.
“Pada senin, 9 Desember 2024, kami resmi menyampaikan jawaban terhadap surat tanggapan dari Divisi Provesi dan Pengamanan (DivProvam) Mabes Polri melalui surat nomor: B/5211-b/Xl/WAS.2.4/2024/Divpropam tanggal 22 November 2024 perihal: surat pemberitahuan perkembangan Penanganan Dumas (SP3D),” kata Asep Muhidin, SH kepada wartawan. Sabtu (14/12/24).
Dalam surat tersebut, Asep menjelaskan, terdapat rujukan surat Kepala Bagian Pengaduan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Nomor. R/6330/Xl/WAS.2.4/2024/Divpropam, tanggal 19 November 2024 perihal pelimpahan dumas.
“Jadi dumas yang kami sampaikan telah dilimpahkan kepada Birowassidik Bareskrim Polri, sehingga kami menindaklanjutinya langsung agar segera mendapatkan tanggapan cepat, ini masalah nyawa manusia bukan perkara biasa,”ujar Apdar sapaan akrab pengacara ini.
Menurut Apdar, ada fakta yang mengejutkan dalam penanganan kasus ini. Penyidik Polsek Sidareja dan Polres Cilacap telah menghentikan penyelidikan, tetapi diminta surat ketetapan penghentian penyelidikannya tidak mau memberikan, hanya tercatat pada surat pemberitahuan saja, kan aneh.
Selain keanehan itu, penyidik Polsek Sidareja pun tidak mau melakukan ekshumasi terhadap makam korban, kan aneh banget. Jadi kami menduga penyidik Polsek Sidareja dan Polres Cilacap menyimpan serta membungkus kejanggalan dengan sebuah sekenario alur ceritra.
“Coba saja kita bayangkan dan menggunakan logika, polisi dari polsek sidareja saat menemukan jenazah almarhum D pada Selasa, 14 Mei 2024 sekitar pukul 18.15 WIB, sudah menyampaikan statement melalui media ‘diduga pelaku mengalami tekanan psikis dan nekat mengakhiri hidup. Di bawah jok motor juga ada sebilah pisau cuter, kemungkinan dia gunakan untuk menyayat tangan ketika di kontrakan karena ada ceceran darah, nah pertanyaan sederhananya kok polisi bisa tau kondisi dalam rumah kontrakan banyak berceceran darah, padahal rumah kontrakan pada malam itu terkunci dan gelap,"tuturnya.
Setelah tim kuasa hukum keluarga korban (D) melakukan pendalaman, ternyata ada yang mengatakan kalau pada malam itu rumah kontrakan almarhum D di Pangandaran didobrak bersama dengan warga.
"Nah pertanyannya sebelah mana mereka mendobrak, warga mana yang ikut mendobrak. Sementara pada tanggal 17 Mei 2024 atau sekitar tiga hari setelah kejadian, keluarga korban bersama satpam, RT, RW dan didampingi petugas kepolisian Polsek Sidamulih saat masuk ke rumah kontrakan korban di Perum Praja Graha Pajaten RT.003 RW.009 blok A No.121 Kec. Sidamulih - Pangandaran, rumah kontrakan masih utuh tidak ada bekas pembongkaran atau pendobrakan paksa sebagaimana diucapkan polisi polsek sidareja dan ada warga yang juga menyebutkan hal yang sama dengan polisi bahwa rumah kontrakan didobrak,"Imbuhnya.
Apdar menambahkan, seharusnya Penyidik peka dan memeriksa orang yang menyebut dan memberikan informasi pada malam itu ditemukan banyak bercak darah di kontrakan korban, bukan mengikiuti alur ceritanya, ada apa dengan penyidik Polsek Sidareja.
"Kami akan terus memperjuangkan hak hukum keluarga korban dan keadilan bagi almarhum D. Nanti kalua sudah waktunya ini akan terbongkar, seperti kasus pembunuhan vina dan eki Cirebon yang membutuhkan waktu lama, mudah-mudahan kasus ini tidak lama." tandasnya.
(Red)