Gempur86-Garut- Setahun berjalan Polda Jawa Barat melimpahkan penanganan dugaan tindak pidana alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) kepada Polres Garut melalui surat pelimpahan nomor : B/2829/RES.5./VI/2023/Ditresrimsus tertanggal 12 Juni 2023, Perihal : Pemberitahuan pelimpahan surat pengaduan masyarakat kepada Polres Garut.
Namun hingga saat ini, Asep Muhidin,S.H sebagai pelapor/pengadu belum mendapatkan kepastian hukum dari aparatur penegak hukum khsusunya dari Polres Garut sehingga pelapor mengirimkan surat permintaan progres Dumas kepada Kapolres Garut, Selasa (3/12/24).
Menurut Asep, upaya yang dilakukannya untuk mendapatkan kepastian hukum dari penegak hukum, bukan dari aturan perundang-undangannya. Karena hukum, kata dia, telah mengatur kesamaan dihadapan hukum, tetapi hukum belum mengatur persamaan pelayanana dihadapan penegak hukum. Kita kenal sebuah adagium “equality before the law” yang artinya dalam bahasa indonesia adalah persamaan dihadapan hukum, bukan persamaan dihadapan penegak hukum.
"Jadi melalui surat saya bernomor: 105/XII/Masyarakat-Garut/2024 tertabggal 3 Desember 2024 ini, kami mempertanyakan kasus dugaan tindak pidana alih fungsi lahan pertanian menjadi sebagian bangunan pabrik yang bernama PT. Pratama Abadi Industri, dengan lokasi di Desa Cijolang Kecamatan BL. Limbangan Kabupaten Garut. Telah berkali-kali pelapor komunikasi namun hanya sebuah alur ceritra bak telenovela," ungkapnya kepada wartawan.
Asep menjelaskan, sudah jelas ada perbuatan alih fungsi lahan, ada pejabat yang menerbitkan izin dan ada aturan hukum yang dilanggar. Bahkan pemerintah melalui dinas pertanian telah dengan tegas tidak pernah memberikan rekomendasi lahan yang termasuk kawasan LP2B untuk dialih fungsikan.
"Lalu apa lagi yang mau dicari Polisi, kami cukup bersabar selama ini dengan kepadatan dan kesibukan petugas kepolisian karena menjelang Pilkada dan lainnya. Tapi ini audah satu tahun lebih bukan baru kemarin," kata Asep.
Apalagi sambung Asep, sekarang Presiden Prabowo Subianto menggencarkan swasembada pangan, artinya kawasan untuk pangan harus dijaga bukan dihancurkan atau dialihfungsikan.
"Saya hanya menghimbau kepada Polda Jabar dan Polres Garut apabila dalam waktu 30 hari semenjak kami kirimkan surat tidak ada progres pasti, maka saya akan meminta gelar perkara khusus kepada Irwasum Mabes Polri. Atau bila perlu mengajukan Repat Dengar Pendapat Khusus (RDP) kepada Komisi III DPR RI agar terbuka secara terang benderang, apa kendala hukumnya, jangan kendala polituk menjadi kendala hukum, kan berbeda,"tegasnya.
Kemudian Asep menjelaskan, berdasarkan data yang ada Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) yang diterbitkan oleh Bupati Garut pada 29 September 2017, mengacu pada rekomendasi Dinas PUPR bidang tata ruang nomor: 503/1599/PU.PR tanggal 28 September 2017. Namun, rekomendasi tersebut tidak menjelaskan tentang lahan pertanian yang dilindungi, melainkan hanya membahas struktur tanah atau kondisi tanah yang rawan pergerakan/pergeseran (geologis).
Selain ada oknum pejabat Pemkab Garut yang menerima duit untuk menerbitkan izin pada sekitar 2,3 hektar yang merupakan lahan pertanian yang tidak diperbolehkan alih fungsi diantaranya bangunan Factory, Were Hause, Electric Room, bangunan TPS B3, RMCC Building dan lain sebagainya, kenapa Pemkab Garut bisa menerbitkan rekomendasi dan izinnya? Kalau oknum pejabatnya tidak dikasih duit, mana mungkin izin bisa terbit jika tak ada uang masuk ke kantong sang pejabat.
“Jelas pada Pasal 72 ayat (1), ayat (3) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU LP2B) menyebutkan : (1). Orang perseorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dan ayat (3). Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh pejabat pemerintah, pidananya ditambah 1/3 (satu pertiga) dari pidana yang diancamkan,” jelasnya.
Jadi, pejabatnya itu ditambah satu pertiga dari pidana yang diancamkan kepada setiap orang pelaku aluh fungsi lahannya, bukan dimaafkan.
"Intinya, apabila akhir tahun ini tidak jelas kepastian hukum dari penegak hukum, dengan penuh rasa hormat saya, mohon maaf apabila kami akan memgajukan permintaan gelar perkara khusus ke Kapolri dengan Irwasum Mabes Polri dan Div. Propam Polri. Namtinya bila dimungkinkan dan diperlukan ya dengan RDP di Komisi 3 DPR RI agar terkuak secara terang benderang kepada publik," Tandasnya.
(Red)